Jumat, 07 November 2014

Bisik -Bisik Gaji Dokter

Bicara soal penghasilan dokter, saya yakin banyak orang akan bertanya – tanya akan bagaimana seorang dokter dibayar. Dulu saya juga bertanya – tanya seperti itu tanpa mengetahui jawaban apa yang pasti dengan hanya meraba - raba. Maklum saja, saya lahir bukan dari keluarga dokter. Dan baru pada hari inilah pertanyaan itu benar – benar terjawab melalui kuliah dari Prof. Laksono Trisnantoro mengenai “Payment mechanism for Physicians"

Sebelum membicarakan soal sumber penghasilan, marilah kita bicara dulu tentang sektor. Saya yakin sudah barang tentu anda sekalian familiar dengan istilah sektor publik dan sektor privat, atau sederhananya lagi pegawai negri dan pegawai swasta.  Apa yang membedakan dua sektor itu? Sesungguhnya banyak, mulai dari kepemilikan, sistem keuangan, rekruitment, dan lain sebagainya, termasuk di dalamnya sistem penggajian. Secara awam, bolehlah kalau kita mengatakan bahwa menjadi pegawai negri itu gajinya lebih sedikit daripada pegawai swasta, namun memiliki jaminan hari tua berupa uang pensiun. Benarkan? Itulah mengapa kedua sektor ini sama – sama menjadi incaran banyak orang. Umumnya, untuk profesi lain, seseorang hanya dapat bekerja pada satu macam sektor saja. Ya, mereka harus memilih, mau jadi pegawai negri atau pegawai swasta. Akan tetapi, hal ini berbeda dengan profesi dokter. Seorang dokter dapat masuk dalam kedua sektor tersebut sekaligus. Wah wah.. menarik bukan?

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan, seorang dokter di Indonesia berhak mendapat tiga Surat Tanda Registrasi (STR). STR ini ibaratnya adalah surat ijin untuk melakukan praktek kerja di suatu tempat tertentu. Ini berarti seorang dokter boleh melakukan praktek di tiga tempat berbeda. Misalnya di rumah sakit swasta, rumah sakit pemerintah, dan juga praktek pribadi (private practice). Itu artinya, mata air penghasilan dokter dapat berasal dari tiga tempat pula.

Terkait dengan itu, sistem pembayaran gajinya pun bervariasi. Ada tiga sistem yang berlaku, yaitu:
  •        Fee for Service atau out of pocket

Pada sistem ini, dokter memperoleh penghasilan berdasar dari jasa atau tindakan medis yang dia lakukan terhadap pasien. Semakin banyak jumlah pasien, semakin banyak pula pemasukannya
  • .       Salary sistem

Sistem ini disebut juga sebagai sistem gaji pokok, dimana setiap bulannya seorang dokter berhak mendapat sejumlah uang secara tetap, tidak terkait dengan berapa banyak pasien yang ia tangani. Pada salary sistem ini, ada kemungkinan bagi seorang dokter untuk menerima insentiv tambahan apabila dokter ini memiliki performance di atas rata – rata.

  • .       Capitation system

Tinggi rendahnya besar penghasilan pada sistem ini bergantung pada jumlah orang yang berada dalam jangkauan si dokter. Sebagai contoh, seorang dokter memiliki kewajiban  atas 2000 orang yang berada di sekitarnya.  Untuk setiap orang dalam jangkauannya, dokter itu menerima upah sebesar  Rp 5.000,00 per bulan. Maka penghasilan dokter itu adalah sebesar  2000x Rp 5.000,00 = Rp. 10.000.000,00. Walaupun dalam satu bulan dokter itu hanya menerima 50 pasien, dokter tersebut tetap akan dibayar tetap. Jadi, sistem pembayarannya tidak berdasarkan pada volume pasien yang datang.

                Setiap sistem tercipta dengan kekurangan dan kelebihannya masing – masing. Yang paling mencolok untuk dibandingkan adalah pada Fee for Service system dan juga Capitation system. Berikut saya akan mencomba merangkum perbedaannya dalam sebuah tabel sederhana berikut:


Fee for Service System
Capitation system
kelebihan
·         Dokter dituntut untuk selalu produktif dan prima dalam memberikan pelayanan
·         Tidak terjadi kesenjangan sosial yang significant diantara para dokter.
·         Gaji yang diterima perbulan  selalu tetap, tidak terkait jumlah pasien
kekurangan
·         Dapat  menyebabkan kenaikan dalam pemakaian obat dan laboratory yang tidak perlu
·         Under service : dokter menjadi tidak produktif, karena sekalipun dia tidak bekerja tetap akan dibayar
orientasi
·         Tindakan medis kuratif (menyembuhkan yang sakit)
·         Tindakan preventif (pencegahan)

                Ada suatu contoh aplikatif yang cukup menarik . Kalau seandainya seorang dokter yang dibayar dengan sistem fee for service berdoa, maka yang ia doakan adalah semoga hari ini pasiennya banyak, karena pasien merupakan sumber uang dalam sistem ini, sedangkan seorang dokter dengan capitation system mungkin akan berdoa supaya jangan ada orang yang sakit, karena jika tanpa memberikan pelayanan pun, mereka juga tetap akan dibayar penuh. Lalu bagaimana ya berdoa yang benar ala dokter? Kata ibu saya sih berdoa saja, supaya saya dapat membantu menyembuhkan orang – orang yang membutuhkan pertolongan. Bisa lihat bedanya kan? J

                Maka tidaklah heran bahwa beberapa penelitian mulai melihat bahwa ternyata jumlah gaji atau sistem gaji dapat mempengaruhi perilaku dokter, seperti yang disampaikan oleh  sebuah jurnal dalam The Chocrane Library oleh Gosden T et all, bahwa ada bukti bahwa jumlah pelayanan primer meningkat/ lebih besar jumlahnya pada dokter dengan fee for service payment sistem dibandingkan dengan sistem capitation dan salary. Ya, ternyata uang memang membawa pengaruh yang kuat.Hebat!

           Yang bisa saya simpulkan disini, sebagai seorang dokter, sesungguhnya profesi ini sungguh sangat diuntungkan. Namun yang paling penting, jangan sampai kita menyalahgunakan hal tersebut. Justru sebaliknya, seharusnya semakin hari kita semakin tertantang, tertantang untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal untuk pasien. itulah wujud nyata akan pengabdian seorang dokter. jangan jadikan profesi ini sebagai mesin uang, tapi sebaliknya, pandanglah profesi ini sebagai sarana untuk menolong sesama. :) 

Referensi
  • Lecture note on Payment for Physicians. Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD.
  • Google books: Essential of Health Care Finance. William, et all.
  • Gosden et al. 2000. Capitation, Salary, Fee for Service and mixed systems of payment: effects on the behaviour of primary care physicians. The cochrane library.
  • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/MENKES/PER/I/2010

Tidak ada komentar: