Sumber : Tabloid NOVA, No. 939 Tahun XVIII
oleh Dr. Handrawan Nadesul
Sejak ditemukannya virus Hepatitis B, banyak
hal-hal baru terungkap mengenai penyakit yang ditakuti lantaran keganasannya
itu. Apa saja ?
Mengapa Hepatitis B paling ditakuti ?
Ada tujuh jenis infeksi virus Hepatitis,
mulai dari Hepatitis A sampai Hepatitis G. Yang paling ditakuti adalah
Hepatitis B. Selain lebih ganas dan lebih gampang menular, jumlah kasus dan
sumber penularannya pun banyak berkeliaran di sekitar kita. Orang-orang
dekat, tetangga, atau siapa tahu diri kita sendiri.
Dibandingkan virus AIDS (HIV), virus
Hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas (infectious), dan sepuluh
kali lebih banyak (sering) menularkan. Mengingat besarnya populasi Indonesia,
maka jumlah kasus maupun pembawa virus namun tak sakit (carrier)
relatif lebih banyak dibanding yang populasinya kecil. Carrier Hepatitis B
bisa jadi berada dekat sekali dengan kita, mungkin di rumah kita sendiri.
Kebanyakan pasien Hepatitis B akan
menyembuh. Sebagian kecil saja yang langsung meninggal oleh ganasnya virus,
atau sebab ketahanan tubuh yang rendah (Hepatitis
Fulminant). Sepersepuluh kasus Hepatitis B akan berkembang menjadi
Hepatitis menahun (Chronic Hepatitis), Pasien dengan Hepatitis B
menahun, sebagian menjadi tidak aktif lagi, namun sebagian lagi akan terus
memburuk dalam hitungan tahun (Chronic Active Hepatitis). Pasien
dengan Hepatitis menahun aktif ini yang memikul resiko komplikasi, jika bukan
sirosis (Cirrhosis Hepatis),
akan menjadi kanker hati (Carcinoma Hepatis). Kedua komplikasi ini
lazimnya berakhir dengan kematian.
Selain tabiat virus, wawasan medis dan
pranata kesehatan masyarakat kita yang umumnya belum tinggi juga akan
menambah subur pertumbuhan virus dan kasus Hepatitis B di negara kita. Oleh
karena ketidaktahuan akan penyakitnya, masyarakat kita menjadi lebih gampang
tertular.
Dan setelah tertular, juga oleh karena
ketidaktahuan bahaya penyakitnya, lalu sering mengabaikannya. Sebagian lain
sebab ketidakmampuan ekonomi, , tidak pergi berobat. Kelompok masyarakat ini
yang kemudian menjadi sumber penular gelap Hepatitis, sebab dalam tubuhnya
terdapat virus Hepatitis B yang siap menularkannya kepada pasangan hidup,
anak-anak, dan orang serumah. Selain juga kemungkinan terhadap wanita
penghibur dan prostitusi lewat hubungan seksual. Para sopir bus malam, sopir
truk, di warung remang-remang, misalnya.
Pengidap Hepatitis B yang tahu sakit dan
sadar untuk berobat belum tentu mampu mengobati, karena alasan ekonomi. Untuk
suntikan interferon, obat anti Hepatitis B pertama (tahun 1980-an), perlu
dana sedikitnya 5.550 dolar setiap pasiennya. Sekarang ada obat minum pertama
(tidak perlu suntikan) yang lebih murah, Lamivudine, namun masih perlu
mengeluarkan seribuan dolar AS untuk sekian bulan terapi setiap pasiennya.
Pemerintah sendiri tentu tidak mampu
mengongkosi pengobatan seluruh pasien Hepatitis B yang jumlah carrier-nya di
Indonesia sudah jutaan kasus. Itu berarti semakin banyak orang-orang di
sekitar kita berkeliaran tanpa diobati, bisa jadi kurang sadar pula bahwa
dirinya merupakan sumber penular abadi yang berbahaya bagi masyarakat di
sekitarnya.
Apa masalah Hepatitis B di Indonesia ?
Hepatitis B bermasalah di Indonesia, pertama
oleh carrier-nya tergolong banyak, nomor tiga terbanyak setelah Cina dan
India. Kedua, imunisasi Hepatitis B pada bayi (Universal Immunization) di
Indonesia baru dimulai beberapa tahun lampau (1996). Hal ketiga, belum semua
orang berisiko tinggi kena Hepatitis B patuh meminta vaksinasi. Dengan
kondisi seperti itu, berarti masyarakat yang telanjur tertular Hepatitis B
sudah sekian banyak, dan kian tak terkontrol pula.
Masih banyak masyarakat kita yang belum
tahu, bahwa hubungan seks bebas juga bisa menjadi sumber penularan Hepatitis
B. Sembarang melacur, lalu seorang suami tanpa disadarinya sebab mungkin
tidak tahu, menularkan penyakitnya kepada istrinya, lalu kepada anak-anaknya
lewat cemaran cairan tubuh antar anggota keluarga, atau persalinan bayi.
Kendati kemungkinan penularan non-seksual betul lebih kecil, peluang
menularkan bukan lewat hubungan seksual antar-orang serumah, bisa saja
terjadi.
Tanpa vaksinasi semua orang serumah, bahaya
tertular mengancam. Di luar rumah, penularan virus Hepatitis B bukan mustahil
dapat terjadi melalui jarum suntik yang seharusnya sekali pakai buang (disposable
syringe), namun mungkin dipakai ulang. Kejadian ini mungkin berlangsung
di Puskesmas, klinik, atau di layanan kesehatan lain yang kurang terjaga
sterilitas alat-alat medisnya.
Yang sama bisa terjadi lewat jarum infus,
jarum donor, dan transfusi darah yang mestinya tidak boleh sampai terjadi.
Kemungkinan lain lewat jarum tindik, jarum tato, yang belum tentu
disterilisasi setiap kali habis dipakai. Begitu pula dengan jarum akupunktur
jenis bukan sekali pakai, dan tidak disterilisasi dulu setiap kali dipakai.
Jangan lupa, virus Hepatitis B juga tanpa
diduga bisa ditularkan lewat peralatan dokter gigi dan peralatan dokter
bedah, jika sterilisasi peralatannya kurang sempurna. Di negara-negara maju,
ada ketentuan bahwa sterilisasi peralatan gigi wajib dengan suhu dan
bertekanan tinggi (autoclave). Jika tidak disterilisasi autoclave,
dari beberapa studi ditemukan masih kedapatan terselipnya virus Hepatitis B
dan virus AIDS (HIV) di peralatan dokter gigi. Virus yang tertinggal di
peralatan dokter gigi ini yang akan menularkan virus kepada pasien yang
diperiksa berikutnya. Masalah lain, bisa di peralatan bedah atau kamar bedah.
Seharusnya ada aturan kalau pasien Hepatitis
B dan HIV/AIDS mendapat giliran bedah terakhir pada hari operasi. Tujuannya
agar peralatan bedah atau kamar bedah bekas pakai pasien Hepatitis B atau HIV/AIDS
tidak sampai mencemari pasien berikutnya pada hari operasi. Namun di
Indonesia belum ada aturan seperti itu. Bahkan bisa jadi, pasien bedah tidak
diketahui kalau sedang mengidap virus Hepatitis B (HBV-DNA positif). Masalah
lain, Hepatitis B di Asia sering tidak mempan diobati dengan suntikan
interferon. Untuk itu perlu diganti dengan obat golongan lain, yakni
Lamivudine.
Mengapa Hepatitis B lebiih bermasalah di
Indonesia ?
Seperti sudah ditulis di atas, selain angka
penyakit maupun carrier Hepatitis B di Indonesia yang terbanyak ketiga di
dunia, kondisi masyarakat, higiene dan sterilitas layanan medis puskesmas,
rumah bersalin, rumah sakit, dokter bedah, maupun dokter gigi pun belum
seluruhnya sempurna. Itu berarti, semakin mudah dan sederhana orang sehat
tertular Hepatitis B. bahkan dari sekedar jarum suntik bekas (narkoba) atau
jarum tato, dan jarum akupunktur sekalipun. Dibandingkan angka kasus AIDS di
Indonesia yang belum satu juta, dan sebaran pembawa virus HIV/AIDS tentu
tidak selaju dan serentan orang tertular Hepatitis B.
Apa perbedaan Hepatitis B dengan AIDS ?
Cara penularan Hepatitis B dan AIDS nyaris
sama. namun, masa tunas Hepatitis B jauh lebih pendek, paling lama 3 bulanan,
dibanding AIDS yang sampai bertahun-tahun (8 tahunan), baru muncul
penyakitnya. Berbeda dengan AIDS yang sampai sekarang masih belum bisa
dicegah dengan vaksinasi, setiap orang sudah bisa dikebalkan terhadap bahaya
penularan virus Hepatitis B. namun, yang menadi masalah, tidak setiap orang
menganggap perlu imunisasi, atau tidak merasa perlu minta vaksinasi, walau
beresiko tinggi tertular Hepatitis B. Jika ada serumah orang yang positif
Hepatitis B, misalnya, seluruh anggota keluarga mestinya tidak abai untuk
perlu minta vaksinasi.
Apa yang terjadi jika terkena Hepatitis B ?
Kemungkinan untuk sembuh sendiri hampir 90
persen, asal daya tahan tubuh kuat. namun, jika hasil pemeriksaan darah
menunjukkan tanda-tanda kecenderungan penyakit memburuk, perjalanan penyakit
umumnya akan berlangsung terus memburuk lebih dari 6 bulan. Tergantung
ketahanan tubuh juga. Memburuk menahun ini bisa tidak aktif, bisa juga
bersifat aktif. Yang menahun aktif ini yang akan berkomplikasi, kalau bukan
sirosis, yaitu berubahnya jaringan hati menjadi jaringan yang tidak berfungsi
menjadi sebagai hati. Jika seluruh hati berubahmenjadi bukan jaringan hati,
maka hati sudah tidak berfungsi sama sekali, dengan segala akibat buruknya.
Penyakit hati menahun aktif dapat juga
berakhir dengan kanker hati. Kanker hati pada umumnya bersifat ganas, dan
nyaris tak mungkin bisa ditolong lagi. Maka untuk mencegah agar kerusakan
hati tidak terus memburuk, penyakit Hepatitis B perlu diobati sepagi mungkin.
Apakah Hepatitis B bisa disembuhkan ?
Bisa, Sekarang obat-obatan yang tersedia di
pasaran sudah bisa menyembuhkan Hepatitis B, asal hati belum terlanjur rusak
seluruhnya. Selain interferon, kini ada pilihan Lamivudine dengan angka
keberhasilan yang cukup tinggi. Dunia juga kini bertumpu pada obat paling
baru, yakni golongan Adefovir dipivofil, yang memberikan harapan baru bagi
pasien Hepatitis B yang mungkin sudah kebal terhadap obat lama. Jadi,
sebetulnya tidak ada alasan putus asa. Namun pusat masalahnya bagi kita di
Indonesia, bukanlah hanya itu.
Mengapa vaksinasi Hepatitis B jauh lebih
penting ?
Sudah barang tentu, mengingat harga obat
anti-Hepatitis B masih tinggi buat rata-rata kocek pasien kita, dan daya
rusak virus terhadap hati sedemikian ganas dan sering tak tertahankan. Jadi,
yang paling baik adalah jangan sampai kita terlanjur terkena. Selain dapat
terhindar dari bahaya kematian atau kerusakan hati yang berat, ongkos
vaksinasi pun tidak setinggi harga obatnya. Jad, mendahulukan vaksinasi jauh
lebih baik ketimbang berobat setelah terlanjur tertular.
Siapa yang memerlukan vaksinasi Hepatitis B
?
Semua bayi baru lahir sebaiknya dikebalkan
terhadap kemungkinan tertular entah dari mana, mengingat endemisitas
Hepatitis B di Indonesia tergolong tinggi (17 persen). Selain bayi baru
lahir, semua orang beresiko tinggi tertular seperti pekerja medis, yang
sering cuci darah, sering berkontak dengan bahan darah, ada anggota keluarga
positif virus Hepatitis B, pekerja seks, gay, pasien penyakit darah, yang
sering transfusi darah, dan mestinya para remaja juga. Jadi, siapa saja dalam
kondisi seperti di Indonesia ini agaknya memerlukan perlindungan vaksinasi
itu.
Apakah orang yang tidak tergolong beresiko
tinggi tertular Hepatitis B juga perlu vaksinasi ?
Bagi orang yang tidak tergolong beresiko
tinggi tertular sebetulnya memang tidak berindikasi untuk divaksinasi, tidak
ada jawaban yang sama untuk semua orang. Jika kita melihat belum seluruhnya
baik kondisi sterilitas peralatan layanan medis di Indonesia, tingginya angka
carrier yang berkeliaran di sekitar kita, dan masih tingginya ongkos berobat,
maka buat kita, kendati memang bukan orang yang berindikasi perlu
divaksinasi, minta vaksinasi tak salah untuk dipertimbangkan
Bagaimana persiapan vaksinasi ?
Bayi langsung diberi suntikan vaksin sejak
lahir, berturut-turut tiga kali selang sebulan, lalu 5 bulan berikutnya.
Untuk orang dewasa, lazimnya diperiksa darah dulu untuk menilai status
darahnya sehubungan dengan Hepatitis B-nya. Untuk itu diperiksa darah HBs Ag,
Anti-HBc, dan Anti-HBs. Melihat hasil ketiga nilai itu, dokter akan menentukan
apakah seseorang perlu atau masih perlu divaksinasi.
Jika dari hasil pemeriksaan ternyata
tubuh sudah memiliki kekebalan cukupterhadap Hepatitis-B, vaksinasi tidak
perlu lagi diberikan. Hanya pada tubuhyang belum kebal, atau kekebalannya
masih di bawah standard, vaksinasi masih diperlukan Untuk mengetahui apakah
vaksinasi memberikan hasil, setelah serangkaian vaksinasi diberikan (setelah
6 bulanan), pemeriksaan darah perlu diulang untuk melihat apakah tubuh
merespon pembentukan zat kekebalan dengan melihat kadar kadar Anti-HBs dalam
darah. Jika ternyata zat kekebalan terhadap Hepatitis B-nya masih negatif
atau kadarnya di bawah standard, vaksinasi perlu diulang sampai zat kekebalan
mencapai kadar sekurang-kurangnya sama dengan nilai standard.
---- end.
|
Rekomendasikan ini di Google
1 komentar:
thanks atas infonya, ditunggu artikel yang lainnya
http://obat-alami.info/obat-alami-hepatitis-b/
Posting Komentar