Bicara
soal penghasilan dokter, saya yakin banyak orang akan bertanya – tanya
akan bagaimana seorang dokter dibayar. Dulu saya juga bertanya – tanya
seperti itu tanpa mengetahui jawaban apa yang pasti dengan hanya meraba -
raba. Maklum saja, saya lahir bukan dari keluarga dokter. Dan baru pada
hari inilah pertanyaan itu benar – benar terjawab melalui kuliah dari
Prof. Laksono Trisnantoro mengenai “Payment mechanism for Physicians"
Sebelum
membicarakan soal sumber penghasilan, marilah kita bicara dulu tentang
sektor. Saya yakin sudah barang tentu anda sekalian familiar dengan
istilah sektor publik dan sektor privat, atau sederhananya lagi pegawai
negri dan pegawai swasta. Apa
yang membedakan dua sektor itu? Sesungguhnya banyak, mulai dari
kepemilikan, sistem keuangan, rekruitment, dan lain sebagainya, termasuk
di dalamnya sistem penggajian. Secara awam, bolehlah kalau kita
mengatakan bahwa menjadi pegawai negri itu gajinya lebih sedikit
daripada pegawai swasta, namun memiliki jaminan hari tua berupa uang
pensiun. Benarkan? Itulah mengapa kedua sektor ini sama – sama menjadi
incaran banyak orang. Umumnya, untuk profesi lain, seseorang hanya dapat
bekerja pada satu macam sektor saja. Ya, mereka harus memilih, mau jadi
pegawai negri atau pegawai swasta. Akan tetapi, hal ini berbeda dengan
profesi dokter. Seorang dokter dapat masuk dalam kedua sektor tersebut
sekaligus. Wah wah.. menarik bukan?
Sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan, seorang dokter di Indonesia berhak
mendapat tiga Surat Tanda Registrasi (STR). STR ini ibaratnya adalah
surat ijin untuk melakukan praktek kerja di suatu tempat tertentu. Ini
berarti seorang dokter boleh melakukan praktek di tiga tempat berbeda.
Misalnya di rumah sakit swasta, rumah sakit pemerintah, dan juga praktek
pribadi (private practice). Itu artinya, mata air penghasilan dokter
dapat berasal dari tiga tempat pula.
Terkait dengan itu, sistem pembayaran gajinya pun bervariasi. Ada tiga sistem yang berlaku, yaitu:
- Fee for Service atau out of pocket
Pada
sistem ini, dokter memperoleh penghasilan berdasar dari jasa atau
tindakan medis yang dia lakukan terhadap pasien. Semakin banyak jumlah
pasien, semakin banyak pula pemasukannya
- . Salary sistem
Sistem
ini disebut juga sebagai sistem gaji pokok, dimana setiap bulannya
seorang dokter berhak mendapat sejumlah uang secara tetap, tidak terkait
dengan berapa banyak pasien yang ia tangani. Pada salary sistem ini,
ada kemungkinan bagi seorang dokter untuk menerima insentiv tambahan
apabila dokter ini memiliki performance di atas rata – rata.
- . Capitation system
Tinggi
rendahnya besar penghasilan pada sistem ini bergantung pada jumlah
orang yang berada dalam jangkauan si dokter. Sebagai contoh, seorang
dokter memiliki kewajiban atas 2000 orang yang berada di sekitarnya. Untuk setiap orang dalam jangkauannya, dokter itu menerima upah sebesar Rp 5.000,00 per bulan. Maka penghasilan dokter itu adalah sebesar 2000x
Rp 5.000,00 = Rp. 10.000.000,00. Walaupun dalam satu bulan dokter itu
hanya menerima 50 pasien, dokter tersebut tetap akan dibayar tetap.
Jadi, sistem pembayarannya tidak berdasarkan pada volume pasien yang
datang.
Setiap
sistem tercipta dengan kekurangan dan kelebihannya masing – masing.
Yang paling mencolok untuk dibandingkan adalah pada Fee for Service
system dan juga Capitation system. Berikut saya akan mencomba merangkum
perbedaannya dalam sebuah tabel sederhana berikut:
|
Fee for Service System
|
Capitation system
|
kelebihan
|
· Dokter dituntut untuk selalu produktif dan prima dalam memberikan pelayanan
|
· Tidak terjadi kesenjangan sosial yang significant diantara para dokter.
· Gaji yang diterima perbulan selalu tetap, tidak terkait jumlah pasien
|
kekurangan
|
· Dapat menyebabkan kenaikan dalam pemakaian obat dan laboratory yang tidak perlu
|
· Under service : dokter menjadi tidak produktif, karena sekalipun dia tidak bekerja tetap akan dibayar
|
orientasi
|
· Tindakan medis kuratif (menyembuhkan yang sakit)
|
· Tindakan preventif (pencegahan)
|
Ada
suatu contoh aplikatif yang cukup menarik . Kalau seandainya seorang
dokter yang dibayar dengan sistem fee for service berdoa, maka yang ia
doakan adalah semoga hari ini pasiennya banyak, karena pasien merupakan
sumber uang dalam sistem ini, sedangkan seorang dokter dengan capitation
system mungkin akan berdoa supaya jangan ada orang yang sakit, karena
jika tanpa memberikan pelayanan pun, mereka juga tetap akan dibayar
penuh. Lalu bagaimana ya berdoa yang benar ala dokter? Kata ibu saya sih
berdoa saja, supaya saya dapat membantu menyembuhkan orang – orang yang
membutuhkan pertolongan. Bisa lihat bedanya kan? J
Maka
tidaklah heran bahwa beberapa penelitian mulai melihat bahwa ternyata
jumlah gaji atau sistem gaji dapat mempengaruhi perilaku dokter, seperti
yang disampaikan oleh sebuah
jurnal dalam The Chocrane Library oleh Gosden T et all, bahwa ada bukti
bahwa jumlah pelayanan primer meningkat/ lebih besar jumlahnya pada
dokter dengan fee for service payment sistem dibandingkan dengan sistem
capitation dan salary. Ya, ternyata uang memang membawa pengaruh yang
kuat.Hebat!
Yang bisa saya simpulkan disini, sebagai seorang dokter,
sesungguhnya profesi ini sungguh sangat diuntungkan. Namun yang paling
penting, jangan sampai kita menyalahgunakan hal tersebut. Justru
sebaliknya, seharusnya semakin hari kita semakin tertantang, tertantang
untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal untuk pasien. itulah
wujud nyata akan pengabdian seorang dokter. jangan jadikan profesi ini
sebagai mesin uang, tapi sebaliknya, pandanglah profesi ini sebagai
sarana untuk menolong sesama. :)
Referensi
- Lecture note on Payment for Physicians. Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD.
- Google books: Essential of Health Care Finance. William, et all.
- Gosden et al. 2000. Capitation, Salary, Fee for Service and mixed systems of payment: effects on the behaviour of primary care physicians. The cochrane library.
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/MENKES/PER/I/2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar